Pada dirimu, tersimpan satu bentuk cinta. Dia tak pernah menjelma dalam wujud siapa-siapa.

Sudah hampir satu tahun saat kepulanganmu dari Amerika untuk pertukaran pelajar, namun tak pernah sekalipun aku memberanikan diri menemuimu. Bahkan sekadar meminta maaf, aku tidak berani. Aku terlalu banyak menerka-nerka, terlalu banyak menganalisa, pikiranku terlalu banyak dikhawatirkan banyak hal dan pada akhirnya membuatku hanya duduk sambil meminum segelas kopi dan menghisap berbatang-batang rokok.

Rasa bersalah yang terlalu besar, terkadang membuatmu lumpuh. Rasa itu pula yang membuatku lumpuh, tak berani menyapa, bahkan melalui pesan singkat.